Impian Di Masa Depan
Tidak ada kata terlambat
untuk bermimpi. Selama seseorang masih memiliki akal dan masih bisa bernafas,
maka memiliki mimpi adalah hal yang sangat wajar untuk dilakukan. Kenyataannya,
mengejar mimpi biasanya tidak semudah bermimpi. Setiap orang setidaknya
memiliki satu impian dalam hidupnya. Untuk mengejar mimpi dalam hidup, tentunya
dibutuhkan sebuah kerja keras.
Mimpi itu tidak ada
batasannya, semua orang boleh bermimpi menjadi apa saja. Bagi orang lain,
impian kita mungkin terdengar aneh, namun selama kita menyukainya berarti tidak
ada yang salah dengan impian kita tersebut. Beberapa orang bisa dengan mudah
meraih apapun dalam hidupnya. Setiap mengejar mimpi, mereka selalu bisa dengan
mudah mendapatkannya. Bagi sebagian yang lain, mengejar mimpi ibarat mengejar
layang-layang di jalan raya. Banyak rintangannya, banyak bahaya yang
diakibatkannya.
Anehnya, semakin kita
beranjak dewasa mimpi akan terus berubah. Jadi ingat dulu, waktu masih kecil
kira-kira berumur 7 tahun saya ingin sekali menjadi seorang guru. Karena saya
melihat guru di TK saya sangat sabar dan baik dalam mengajar. Sejak itu saya
terinspirasi ingin menjadi guru seperti beliau. Saya banyak belajar supaya
semoga suatu saat nanti sudah dewasa, kelak bisa menjadi guru.
Sayangnya, mimpi saya
ketika dewasa ingin menjadi guru tidak bertahan lama. Mimpi saya berubah
seiring berjalannya waktu. Ketika di umur 10 tahun tepat duduk di bangku SD
kelas 4 mucul keinginan menjadi seorang dokter gigi. Entah kenapa, karena bagi
saya menjadi seorang guru itu harus mempunyai keistimewaan yang lebih. Sulit berhadapan
dengan anak murid yang susah diatur.
Kenapa berganti menjadi
dokter gigi? Alasannya karena ada pada diri saya. Kondisi gigi saya sangat berantakan.
Jadi saya ingin tau bagaimana cara mengobati atau tepatnya merapihkannya. Dan juga
sepertinya menjadi seorang dokter itu asik. Bisa membantu banyak orang yang
sedang kesakitan dan butuh pertolongan serius.
Kemudian saya mengikuti
ekstrakulikuler dokcil (Dokter Kecil). Saat itu saya mendapat banyak sekali
pelajaran baru mengenai kesehatan. Bukan hanya tentang kesehatan gigi, tapi
secara keseluruhan. Bahkan saya pernah ikut serta lomba mewakili sekolah. Lomba
antar SD tingkat Provinsi.
Lumayan cukup lama impian
dan keinginan menjadi seorang dokter. Saya belajar dengan sangat giat di waktu
itu, karena memang sangat ingin menjadi seorang dokter terutama dokter gigi. Dari
SD sampai akhirnya sudah masuk SMP keinginan itu masih tetap sama. Target selanjutnya
adalah masuk SMA jurusan IPA. Karena agar bisa menjadi seorang dokter tentu
saja harus masuk di jurusan tersebut.
Namun sayang sekali
ternyata takdir berkata lain. Saya masuk di SMA Negeri tapi jurusan IPS. Saat itu
rasa kecewa sangat ada, tetapi mau tidak mau harus menerima dan menjalankan. Karena
saat SMA ada lintas minat, saat itu saya mengambil lintas minat kimia. Karena menurut
saya kimia itu seru dan juga bisa merasakan memakasi jas lab layaknya seperti
seorang dokter.
Tapi, saat duduk di kelas
11 semester genap keinginan menajdi seorang dokter perlahan hilang. Saat itu
saya ingin sekali menjadi psikolog. Alasannya tidak bisa saya ceritakan karena
sesuatu hal. Saat itu saya benar-benar ingin sekali menjadi psikolog. Sampai duduk
di kelas 12 saya ingin melanjutkan kuliah ke universitas negeri mengambil
jurusan psikologi.
Kabar gembiranya saat itu
juga saya mendapat kuota menikuti SNMPTN karena nilai saya yang lumayan cukup
bagus. Dan juga psikologi bisa dari jurusan IPS. Setelah saya konsul dengan
kedua orang tua saya, ternyata mereka tidak memberi izin untuk masuk ke jurusan
psikologi. Saya tentu saja bertanya-tanya kenapa orang tua saya tidak
mengizinkan. Tapi dengan suatu alasan yang bisa diterima, akhirnya mau tidak
mau saya merelakan impian saya menjadi psikolog terhenti.
Saya berdiskusi dan
ternyata keinginan kedua orang tua ingin saya memilih jurusan ekonomi. Yang padahal
saya sangat benci dengan hal yang berbau hitung menghitung. Dengan berat hati
saya mengiyakan permintaan kedua orang tua. Saya mendaftar SNMPTN di tiga
Universitas dengan jurusan yang sama yaitu ekonomi. Berdoa tidak henti karena
saya tau untuk masuk ke sebuah Universitas itu sangat sulit.
Dan benar saja, ternyata
saya dinyatakan tidak diterima disemua Universitas yang saya pilih karena niali
matematika dan ekonomi saya kalah dengan teman yang lainnya. Rasa kesal,
kecewa, marah bercampur aduk. Tapi saya tidak boleh menyerah karena masih ada
cara lain yang masih terbuka lebar. Dengan semangat saya mengikuti SBMPTN. Mengambil
Universitas Negeri dan jurusan yang sama seperti SNMPTN, karena masih ingin
membanggakan kedua orang tua dengan membuktikan bahwa saya bisa masuk ke
Universitas Negeri dengan jurusan ekonomi.
Hari semakin dekat dengan
SBMPTN. Dan saya juga semakin tegang karena khawatir akan soal ujian dan hasil
ujian nantinya. Ujian telah berlangsung tiba saat nya pengumuman hasil ujian
tersebut. Dengan ragu dan rasa penasaran akhirya saya membuka website
pengumuman hasil kelulusan ujian. Benar saja, keraguan di awal yang saya
rasakan terjawab lagi-lagi saya ditolak di semua Universitas yang saya pilih.
Masih belum menyerah
karena masih ada satu cara lagi, yaitu ujian mandiri. Dengan melakukan
persiapan yang lebih matang, saya siap mengikuti ujian mandiri tersebut. Di salah
satu Universitas Negeri yang ada di Jakarta dengan jurusan yang masih sama
yaitu ekonomi. Tapi lagi, lagi, dan lagi hasil ujian menyatakan saya ditolak. Dan
ini cara terakhir agar bisa masuk Universitas Negeri.
Rasa kesal, kecewa,
marah, malu, lelah semua datang bersamaan. Sempat menyalahkan kedua orang tua
karena memaksa saya mengambil jurusan yang tidak disukai, padahal jelas-jelas
nilai saya kurang dalam bidang itu. Apalagi mendengar bahwa teman-teman saya
yang lain sudah mendapat Universitas pilihannya. Dan akhirnya mau tidak mau
saya memutuskan tidak kuliah di tahun ini. Ya, gapyear saya dari awal memang
tidak mau masuk Universitas swasta karena tidak ingin membebani kedua orang
tua.
Mengisi kekosongan selama
satu tahun saya bekerja. Masih dengan impian yang sama ingin menjadi seorang
psikolog. Jalan tiga bulan saya bekerja, ternyata keinginan dan mimpi saya
ingin menjadi seorang psikolog berubah. Saya ingin sekali bekerja di salah satu
stasiun televisi. Karena itu saya bertekad mengambil jurusan Broadcasting. mengganti
keinginan masuk Universitas menjadi Politeknik Negeri yang ada jurusan
Broadcastingnya.
Di tahun berikutnya tiba
untuk mendaftar masuk perguruan tinggi. Saya mendaftar Politeknik Negeri dengan
dua jurusan yaitu Broadcasting dan Penerbitan. Kenapa Penerbitan? Karena setelah
saya lihat prospek kerjanya, ternyata lulusan penerbitan bisa menjadi seorang
reporter. Dengan sangat yakin mengerjakan ujian masuk Politeknik Negeri
diiringi berdoa, akhirnya benar saja saat itu saya dinyatakan diterima. Dengan tapi,
saya diterima di jurusan Penerbitan.
Dengan keinginan saya
yang ingin bekerja di salah satu stasiun televesi, tentu saja apabila
dihubungkan dengan jurusan Penerbitan saya ingin sekali menjadi seorang
reporter. Jadi mulai saat itu, mimpi
saya ingin menjadi seorang reporter yang baik dan sukses. Saya akan berdoa, belajar,
dan berusaha dengan giat agar mimpi itu tercapai. Tidak ada yang tidak mungin
untuk suatu hal apapun. Ketika nantinya saya berhasil mewujudkan mimpi, saya
akan buat bangga kedua orang tua saya.